Perang Narkoba dan Putusan Vonis Hakim

770 views
SEBANYAK 55 orang terpidana narkoba mendapat vonis hukuman mati sepanjang tahun 2015. Seluruh terpidana divonis mati karena memiliki peran krusial dalam kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia.

Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat bahwa PK dan grasi yang diajukan 14 orang terpidana mati ditolak pengadilan karena dianggap melewati batas waktu. Oleh karena itu, BNN menyampaikan sebanyak 14 orang terpidana sedang menunggu eksekusi hukuman mati.

Sementara itu, sepanjang tahun 2015, BNN juga mencatat bahwa terdapat 40 Warga Negara Indonesia yang terlibat kasus narkoba di luar negeri. Dari sekuruh jumlah tersebut, BNN mengungkapkan empat orang WNI yang ditahan di Guangzhou, Tiongkok, terancam hukuman mati.

BNN menduga jumlah WNI yang terlibat kasus narkoba akan bertambah. Pasalnya, BNN mengaku ada beberapa negara yang tidak menyampaikan notifikasi kepada perwakilan pemerintah Indonesia jika ada WNI yang ditahan karena terlibat kasus narkoba.

BNN juga mencatat sejak awal tahun 2015, sebanyak 14 terpidana mati telah dieksekusi secara bertahap oleh Kejaksaan Agung, di antaranya enam orang dieksekusi pada Minggu (18/1) lalu,  yaitu Ang Kiem Soei alias Tomi Wijaya (WN Belanda), Rani Andriani (WN Indonesia), Namaona Denis (WN Malawi), Marcho Archer Cardoso Moreira (WN Brazil),  Daniel Enemuo (WN Nigeria) dan Tran Thi Bich Hanh  (WN Vietnam).

Selain itu, delapan orang terpidana lain yang dieksekusi pada Rabu (29/4) lalu, di antaranya Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (WN Australia), Martin Anderso (WN Ghana), Zainal Abidin (WN Indonesia), Okwudili Oyatanze (WN Nigeria), Raheem Agbaje Salami Cordova (WN Spanyol), Rodrigo Gularte (WN Brazil) dan Sylvester Obiekwe Nwolise (WN Nigeria). Tinggal eksekusi tahap ketiga saja yang belum dieksekusi oleh Kejaksaan. 

Terkait dengan perang narkoba ini. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas khusus penanganan masalah narkoba di Kantor Presiden Jakarta Rabu (25/2) memerintahkan seluruh aparat keamanan termasuk kementerian dan lembaga untuk lebih meningkatkan perang terhadap narkoba.
 
Presiden juga menginstruksikan agar BNN rutin melakukan inspeksi mendadak di lembaga pemasyarakatan (lapas). Peredaran dan penyalahgunaan narkoba di dalam lapas menurut Presiden, ditengarai sama besarnya dengan aktivitas di luar lapas.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti memerintahkan jajarannya melakukan operasi di semua pintu masuk narkoba. Untuk itu, Kapolri menegaskan perlu ada upaya maksimal dalam perang terhadap narkoba mulai dari pencegahan hingga penegakan hukum serta upaya rehabilitasi. Kapolri juga menekankan pengawasan peredaran narkoba di lembaga pemasyarakatan dan tempat hiburan, harus dilakukan secara ketat.
  
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti seperti dirilis voaindonesia.com, menjelaskan ada peningkatan kejahatan narkoba sebesar 13,6% setiap tahunnya. Sebagai gambaran, tahun 2015, itu ada 50.178 tersangka yang ditangkap. Kasusnya ada 40.253. ini yang kita tangani, ditambah lagi dengan yang di BNN sebanyak 665 kasus. Oleh karena itu ini sudah kategori membahayakan.
 
Kapolri menambahkan, jumlah barang bukti yang disita kepolisian selama tahun 2015 untuk ganja 23,2 ton, ekstasi 1.720.328 butir, sabu 2,3 ton, sisanya adalah heroin, kokain dan hasis. Barang bukti yang disita ini menurut Kapolri baru sekitar 20% dari narkoba yang beredar di pasaran.
 
Sementara itu, Kepala BNN Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso menambahkan, BNN tengah mengupayakan penambahan anjing pelacak narkoba (pasukan K9). BNN tambah Budi, menjalin kerja sama dengan negara Belanda dan Jerman untuk pengadaan anjing terlatih khusus narkoba.

Langkah yang dilakukan aparat Kepolisian dan BNN menurut penulis sudah semakin baik, khususnya perang terhadap narkoba. Terlihat jelas ada upaya untuk memberangus peredaran narkoba di negara ini, meski mungkin dengan anggaran serta personil ahli yang terbatas. 

Kinerja Kepolisian dan BNN hingga ke bawah, dan Kejaksaan, sering terlihat tidak sinkron dengan hasil akhir yang ada di tingkat sidang (Pengadilan). Dimana, beberapa kasus tergambar tidak sinkronnya di tingkat aparat penegak hukum.

Salah satu kasus, Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan vonis lebih ringan daripada tuntutan jaksa terhadap pengedar narkotika dalam persidangan, Kamis (26/11/2015). Sebelumnya, jaksa menuntut tiga warga negara Tiongkok pengedar narkoba dengan hukuman mati.

Dalam persidangan yang berlangsung terpisah, majelis hakim menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Ko Chi Yuen (57). Adapun rekannya, Kwok Fu Ho (30) dan Yang Wing Bun (52), dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.

Vonis itu lebih ringan dibandingkan dengan putusan pada dua persidangan sebelumnya. Pada 13 November lalu, hakim menjatuhkan hukuman mati kepada Wong Chi Ping (40), warga negara Tiongkok, karena terbukti memiliki 862 kilogram sabu.

Berikutnya, pada 19 November, giliran Zaini Jamaludin (40), warga negara Indonesia, yang dijatuhi hukuman mati. Pria asal Aceh ini adalah pemilik truk tronton yang digunakan untuk mengirim 1,3 ton ganja kering dari Medan ke Jakarta.

Dalam persidangan, kemarin, ketiga terdakwa yang divonis merupakan anggota kelompok pengedar asal Tiongkok. Mereka ditangkap petugas Badan Narkotika Nasional di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat, 13 Maret 2015, dengan barang bukti 46 kilogram sabu.

Majelis hakim yang diketuai Edi Hasmi menyatakan, Ko alias Peter terbukti melakukan tindak pidana pemufakatan jahat untuk menawarkan, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual-beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram. Hal ini diatur dalam Pasal 114 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Adapun hal-hal yang meringankan di antaranya terdakwa bersikap sopan di persidangan dan menyesali perbuatannya. Selain itu, ia belum pernah dihukum dan kini dalam kondisi sakit kanker lambung ganas.

Di Provinsi Riau misalnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkalis dipimpin Rustiyono dan hakim anggota Andikha Prasetyo dan Zia Ul Jannah memvonis terdakwa Rozali bin Misri (31) dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dalam sidang kasus narkoba, Senin (22/2/2016). Vonis tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 9 tahun penjara.

Padahal, JPU menuntut terdakwa dengan pasal 114, 112 dan 127 tentang narkotika jenis sabu-sabu. Sementara hakim memutuskan berdasarkan pertimbangan narkotika jenis ganja.

Dikatakan JPU, putusan majelis hakim bertentangan dengan alat bukti surat dari laboratorium forensik cabang Medan dengan nomor  Lab : 4960 /NNF/2015 tanggal 8 Juni 2015 yang menyimpulkan bahwa 1 botol plastik berisi 30 ml urin diduga mengandung narkotika milik terdakwa Rozali adalah positif matemfetamina alias positif menggunakan sabu-sabu.

Untuk itu, dengan kenyataan yang ada, penulis mengharapkan kepada pemerintah dan aparat hukum (polisi, kejaksaan, dan pengadilan) hendaknya ‘satu hati’ dalam memberantas peredaran narkoba di Republik Indonesia ini. Jika tidak, pelaku narkoba tidak pernah jera, bahkan cenderung bermunculan pemain baru. Ini akibat rendahnya tuntutan terhadap pelaku dan tidak ketatnya pengawasan peredaran narkoba. Padahal tindakan mereka telah merugikan masyarakat luas, khususnya generasi muda bangsa ini.

Masyarakat diminta membantu memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkoba yang kini telah menjalar hingga ke pelosok desa sebagai upaya menyelamatkan generasi muda penerus bangsa di masa mendatang. 

Marilah secara bersama-sama memberantas peredaran narkoba, laporkan kepada aparat hukum jika disekeliling kita ada peredarannya. Dan terakhir harapan dari kita semua, aparat penegak hukum hendaknya bersinergi, menyamakan persepsi bahwa narkoba ancaman yang paling dekat, dan perlu diberantas hingga tuntas. ***

*) Amril Jambak, Koordinator Forum Pemerhati Sosial Kemasyarakatan.  

Bagikan ke:

Posting Terkait