Desak Pemkab Inhil Segera Cabut Izin PT SAL, Tomas Pungkat: Mereka Masuk Kami Sengsara

829 views

Rombongan dari papua Barat saat peninjauan di Desa Pungkat

INDRAGIRI HILIR (lintasriaunews) – Masyarakat petani Desa Pungkat, Kecamatan Gaung Kabupaten Indragiri Hilir, masih gencar menolak keberadaan PT Setia Agrindo Lestari (PT SAL) di daerah setempat. Pasalnya, aktivitas perusahaan itu selama ini dinilai telah menyusahkan dan mengganggu kehidupan layak masyarakat tempatan.

Masyarakat tetap menuntut komitmen Pemerintah Kabupaten Inhil untuk melakukan evaluasi, bahkan mencabut izin perusahaan perkebunan sawit yang sudah cukup lama beroperasi di daerah.

Penolakan terhadap keberadaan PT SAL itu kembali dengan tegas disuarakan masyarakat setempat saat menerima kedatangan perwakilan pemerintah, tokoh masyarakat dan agama dari Kabupaten Manokwari, Sorong, Sorong Selatan dan Maybrat, Provinsi Papua Barat, Rabu (18/1).

Rombongan dari daerah paling timur di tanah air itu berkunjung ke Inhil dengandifasilitasi Conservation International Indonesia dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).

Puluhan masyarakat Desa Pungkat dengan menggunakan pompong bermesin mengantarkan rombongan dari Papua Barat ini melihat langsung lokasi lahan rawa gambut yang sudah dijadikan PT SAL sebagai perkebunan kelapa sawit.

Di hadapan perwakilan pemerintah dan tokoh masyarakat dari Papua Barat itu, Ketua Organisasi Rakyat Pungkat Bersatu, Asmar, menyampaikan sikap dan penolakan tegas masyarakat setempat terhadap keberadaan PT SAL.

“Kami tetap meminta Pemkab Inhil mencabut izin PT SAL,karena keberadaannya sudah menyusahkan dan mengganggu pencaharian masyarakat kami,” tandasnya.

Asmar menggambarkan secara gamblang berbagai dampak yang ditimbulkan akibat pembukaan kawasan hutan rawa gambut di daerah mereka oleh perusahaan yang kemudian menjadikannya perkebunan sawit. Dia pun mengingatkan masyarakat Papua Barat pula agar mempertimbangkan dengan matang dan kajian yang benar sebelum menerima kehadiran perusahaan sawit akan berivestasi di daerahnya.

Tokoh masyarakat (tomas) Pungkat lainnya, Hasan Basri, turut menyampaikan, sejak kehadiran perusahaan sawit ini, masyarakat tidak dapat lagi memanfaatkan hasil alam dengan baik. Padahal, selama ini merupakan mata pencaharian mereka.

“Sejak PT SAL masuk ke desa kami, masyarakat menjadi menderita dan sengsara,” keluhnya, seperti dilansir riauterkini.com.

Tidak itu saja, dunia pendidikan pun menjadi terganggu sejak kehadiran perusahaan ini, dimana jumlah siswa SDN 025 di desa itu juga terus mengalami penurunan tiap tahun. Hal ini disebutkan banyak orang tua yang sulit menyekolahkan anaknya. Selaon lantaran mata pencaharian mereka terganggu kebun kelapanya juga rusak karena hamba kumbang.

Amiruddin, warga setempat juga mengakui saat ini pohon kelapa mereka habis diserang kumbang dan binatang lainnya, seperti monyet dan beruang. Kuat dugaan karena habitat mereka sudah terkikis dijadikan perkebunan kelapa sawit.

“Kami juga kesulitan mendapatkan air bersih saat musim kering dan ikan juga menghilang, karena pembukaan kanal yang membuat air rawa yang selama ini dapat diminum sudah tercemar,” ungkap Harmalis, warga Punglkat lainnya.

Seorang ibu rumah tangga Yusniar juga menyampaikan keluh kesah, yakni beratnya beban ekonomi keluarga saat ini. Karena saat air rawa gambut tidak dapat dimanfaatkan lagi, maka mereka harus mengeluarkan biaya Rp 15 ribu perhari untuk membeli air bersih, padahal sebelumnya mereka memperoleh gratis dari sumber air bersih dihutan rawa gambut ini.

Sebelumnya, saat menerima perwakilan masyarakat Desa Pungkat, Rabu (11/1/17) lalu, Bupati Wardan menegaskan akan melakukan evaluasi terhadap perizinan perusahaan ini, kalau terindikasi ada pelanggaran dalam terbitnya perizinan yang dimiliki mereka.

“Kami akan bentuk tim untuk melakukan evaluasi terhadap izin PT SAL ini, akan dilihat benar atau tidak prosedur mereka mendapatkan izin tersebut,” katanya saat itu.

Ditolak dan Langgar Izin

Pada kesempatan itu, Deputi Direktur Eksekutif WALHI Riau, Boy Jerry Even Sembiring memaparkan bahwa hasil analisa sejak keberadaan PT SAL telah menimbulkan penolakan dan masalah di tengah-tengah masyarakat.

“Ditambah lagi, memang izin yang mereka miliki juga melanggar berbagai ketentuan yang mengatur tentang pembukaan lahan di kawasan hutan rawa gambut. Dan terjadi tumpang tindih perizinan dengan HPH PT Bina Keluarga dan HTI PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa,” sebutnya.

Pelanggaran izin itu juga termasuk dalam hal rekomendasi dinyatakan kawasan tidak produktif, tapi faktanya merupakan kawasan produktif.

Walhi Riau melihat izin PT SAL juga bermasalah secara ekosistem dan sosial dengan masyarakat setempat. “Di dokumen perizinan PT SAL disebutkan merupakan tanah aluvial, tapi anak kecil pun tahu itu merupakan rawa gambut yang sangat dalam,” ungkapnya.

Fandi Rahman, aktifis WALHI Riau menerangkan, kedatangan mereka, Rabu kemarin, merupakan tindaklanjut dari pertemuan yang dilakukan pada hari Rabu (11/1/17) lalu.

“Karena sampai hari ini dan setelah turun langsung ke lokasi dan melihat langsung dampak kerusakan lingkungan akibat pembukaan kawasan hutan rawa gambut, kami bersama masyarakat tetap menuntut komitmen Pemkab Inhil terkait tuntutan warga Pungkat,” terang Fandi.

Dia menambankan pihaknya akan terus menunggu komitmen Pemkab Inhil sebagai upaya melindungi kepentingan masyarakatnya dan menjaga lingkungan hidup yang berkelanjutan . ” Jangan sampai lamban disikapi dan dicarikan penyelesaian, maka kembali memantik konflik di lapangan,” tegas Fandi.[] red007

Bagikan ke:

Posting Terkait