Pengusaha Sawit Adukan Penyidiknya ke Divpropam Polri, Ini Kata Kapolda Riau

1051 views

Sukardi

PEKANBARU (LintasRauNews) – Seorang pengusaha kelapa sawit melaporkan oknum penyidik Unit II Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Markas Besar Kepolisian RI terkait penanganan perkara sengketa kepemilikan Pabrik Kelapa sawit (PKS)..

Langkah pengaduan itu ditempuh sang pengusaha karena merasa dikriminalisasi oleh oknum penyidik dengan memaksakan status tersangka terhadap dirinya setelah terlibat sengketa dengan seorang pengusaha sawit yang jadi mitranya Dikabarkan Divpropam Mabes Polri sudah memproses pengaduan tersebut dan melayangkan surat teguran kepada Polda Riau.

Kapolda Riau Irjen Pol Zulkarnain yang dikonfirmasi terkait perkara itu mengaku belum mengetahuinya. Namun, dia langsung memanggil Kabid Propam Kombes Pol Pitoyo Agung dan menanyainya.

Pitoyo yang ditanya Kapolda terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (KEPP) dalam penanganan sengketa pengusaha PKS itu juga mengaku belum dapat tembusan surat pemberitahuan dari Mabes Polri. Tetapi diakuinya kasus itu memang ada, namun sudah lama.

Menanggapi adanya laporan KEPP terhadap anggota penyidiknya oleh pengusaha sawit itu, Kapolda Riau Zulkarnain menegaskan hal itu tidak masalah karena merupakan hak warga negara.

“Silahkan saja, itu hak warga negara untuk melaporkan, kalau merasa dia tidak dilayani oleh polisi dengan baik,” katanya usai pelantikan Direktur Ditlantas Polda RIau yang baru, Selasa (23/1), seperti dikutip riauterkini.com.

Kapolda menyebut polisi tentu punya alasan menjadikan seseorang jadi tersangka. Pasti sudah ada dua alat bukti yang cukup. “Mestinya jangan dilaporkan pelanggaran kode etik, tapi praperadilan sepatutnya. Itu menurut saya, ya. Supaya bisa diuji, apakah dengan alat bukti itu, menjadikan seseorang tersangka, masuk atau tidak,” papar Irjen Zulkarnain.

Terpisah, sang pengusaha sawit bernama Sukardi itu kepada wartawan di Pekanbaru mengaku tidak terima dengan penetapan dirinya sebagai tersangka oleh penyidik Ditreskrimum Polda Riau. Dia merasa ‘dikriminalisasi’ oleh oknum penyidik bersangkutan dalam perkara sengketa kepemilikan PKS yang bergulir ke proses hukum sejak beberapa waktu lalu itu.

“Sekarang saya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Tetapi sampai sekarang saya tidak ditahan. Saya dijadikan tersangka dugaan penggelapan dalam jabatan. Padahal saya tidak pernah menjadi direktur di perusahaan PKS itu,” ungkapnya.

Sukardi mengatakan karena diperlakukan tidak adil, dirinya kembali melaporkan beberapa penyidik Ditreskrimum Polda Riau itu ke Mabes Polri. Laporan tersebut ditnggapi Mabes Polri, dengan mengirim Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pemeriksaan Propam (SP2HP2) nomor B/77-2/VIII/2016/Divpropam tertanggal Jakarta, 31 Agustus 2016.

Di surat itu, pada point (2) huruf (c) disebutkan; dari hasil penyelidikan dan klarifikasi dapat disimpulkan sementera diduga telah terjadi pelanggaran KEPP yang dilakukan penyidik Unit II Subdit IV Ditreskrimum Polda Riau. Saat ini proses itu masih dalam tahap pendalaman penyelidkan oleh Birpaminal Divpropam Polda Riau.

Penetapan tersangka Sukardi itu bermula dari pembelian sebuah PKS di Ujungbatu, Kabupaten Rokan Hulu. Waktu itu Sukardi sepakat untuk mengambilalih atau take over dari pemilik lama, Herry seharga Rp82,5 miliar.

Pembelian PKS itu dilakukan dengan cicilan. Untuk membantu cicilan, Herry menawarkan kepada Sukardi untuk menggunakan pinjaman bank. Tetapi Sukardi diminta untuk perjanjian di dalam akta perjanjian baru dengan sistem pembagian saham 70% untuk Herry dan 30% untuk Sukardi.

Semula akta ini hanya digunakan untuk memuluskan pinjam bank. Tetapi ternyata, akta perjanjian ini lah yang digunakan untuk mengambil alih PKS tersebut.

Sukardi mengakui dirinya telah mengeluarkan uang sebesar Rp27,4 miliar. Pabrik yang sebenarnya sudah menjadi hak miliknya itu kini dikuasai kembali oleh Herry. Mirisnya lagi, kini Sukardi sudah dipidanakan di Polda Riau.* red007

Bagikan ke:

Posting Terkait