Pembalakan Liar Ancam Cagar Alam Bukit Bungkuk, Aparat Temukan Gubuk dan Tumpukan Kayu Olahan

1056 views

Gubuk pembalak liar dibakar petugas BBKSDA Riau.

PEKANBARU (LintasRiauNews) – Aksi perambahan kawasan hutan lindung masih terus terjadi di Provinsi Riau. Kali ini, pembalakan liar makin mengancam kelestarian Cagar Alam Bukit Bungkuk di wilayah Kabupaten Kampar.

Hal itu diketahui setelah Tim Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau turun meninjau kawasan konservasi itu pada Selasa (18/9). “Tim kami menemukan aktivitas pembalakan liar dan langsung melakukan penertiban,” ungkap Kepala Bidang Teknis BBKSDA Riau Vivien Herlin di Pekanbaru, seperti dikutip dari antarariau.com.

Di lokasi, aparat menemukan satu gubuk kayu yang didirikan oleh perambah tidak jauh di tepi sungai. Tumpukan kayu olahan berbentuk papan berada di sekitar gubuk, dan dua rakit dari kayu gelondongan disembunyikan di sungai.

Namun, kedatangan tim BBKSDA Riau sepertinya sudah diketahui oleh perambah karena gubuk terlihat kosong. “Gubuk itu akhirnya kita bakar,” kata Vivien.

Secara administrasi pemerintahan, Cagar Alam Bukit Bungkuk terletak di Tanjung Alai, Kecamatan XIII Koto Kampar, Bangkinang Barat, Kabupaten Kampar. Pemerintah menetapkan daerah itu sebagai cagar alam sejak 6 Juni 1986 dengan luas 20 ribu hektare.

Pemanfaatan dan penjagaan cagar alam merupakan tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini BBKSDA Riau. “Cagar alam hanya boleh untuk penelitian, tidak boleh untuk penebangan pohon,” ujar Vivien.

Ia menjelaskan kawasan itu memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi untuk kelangsungan hidup manusia juga. Pada pekan lalu, pihaknya telah menemukan dua bunga bangkai (amorphopallus gigas) yang memiliki panjang 3,30 meter dan 4,20 meter dan juga diklaim sebagai bunga bangkai yang tertinggi. “Kawasan itu juga penting untuk menjamin air bersih,” imbuhnya.

Viven mengakui bahwa BBKSDA Riau sangat kesulitan menjaga kawasan itu karena kekurangan personel, fasilitas, dan anggaran untuk patroli.
“Hanya ada dua PNS dan satu tenaga honorer yang menjaga kawasan seluas itu,” ungkapnya.

Pihaknya sudah mengusulkan tambahan anggaran, namun pemerintah juga memiliki keterbatasan dana sedangkan ada sekitar 70 cagar alam yang harus dijaga.

“Solusinya adalah dengan kerja sama kolaborasi mulai dari masyarakat desa dan pemerintah daerah, namun itu butuh proses karena pemahaman akan konservasi berbeda-beda,” tutur Vivien.[] red007

 

Bagikan ke:

Posting Terkait