Asip Otentik di ANRI Sulit Diakses, AB Kusuma: Penulisan Sejarah Harus dari Sumber Primer

1290 views

AB Kusuma dan narasumber lainnya di acara diskusi di gedung parlemen.

JAKARTA, LintasRiauNews: Lembaga arsip nasional (Arsip Nasional Republik Indonesia/ANRI) masih tertutup atau belum membuka kepada publik untuk mengakses arsip otentik. Para peneliti sejarah pun kesulitan mengakses sumber primer tentang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BUPK) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Kondisi ini disayangkan Sejarawan AB Kusuma. Padahal, kata dia, arsip yang otentik merupakan condition sine qua non untuk penulisan sejarah yang baik dan benar.

“Kalau pada masa Orde Baru mungkin bisa dimaklumi ketika masih terjadi de-sukarnoisasi. Tetapi kini sudah era reformasi. De-Sukarnoisasi sudah dicabut. Sekarang sudah ada UU Keterbukaan Informasi Publik. Tapi arsip primer BPUPK dan PPKI masih tertutup,” kata AB Kusuma dalam diskusi “Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat: Menelisik Arsip Otentik Badan Penyelidik PPKI” di Press Room DPR/MPR RI Jakarta, Senin (16/10).

Menurut dia, penulisan sejarah harus didasarkan pada sumber sejarah yang otentik, terutama sumber primer. “Sesungguhnya suatu karya sejarah sedapat-dapatnya didasarkan atas sumber primer. Karya sejarah yang banyak memakai sumber primer dinilai lebih tinggi daripada karya sejarah yang berdasarkan sumber sekunder. Sekarang ini penulisan sejarah bukan dari sumber sejarah primer tapi dari sumber sekunder,” paparnya.

AB Kusuma mencontohkan Sejarawan Prof Nugroho Notosutanto menulis buku “Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara” (1981) dengan menggunakan sumber sekunder yaitu buku “Naskah Persiapan UUD 1945” susunan Prof Mr M. Yamin. Padahal buku M. Yamin banyak kesalahan dan ada rekayasa-rekayasa. “Arsip sekunder boleh dipakai asal tidak bertentangan dengan arsip primer,” ujarnya.

Setelah mengadakan penelitian, AB Kusuma berkeyakinan bahwa isi pidato M. Yamin dalam Naskah Persiapan UUD 1945 tidak otentik. Naskah Persiapan UUD 1945 tidak memuat pidato Bung Hatta, Ki Bagus Hadikusumo dan kurang lebih 30 anggota BPUPKI. Sesungguhnya semua itu tercantum dalam dokumen yang dihimpun Mr AG Pringgodigdo dan adiknya Mr AK Pringgodigdo.

Ia meyakini sumber data dalam bentuk notulen adalah sumber primer di dalam pembuatan risalah konstitusi. Cuma AB Kusuma tidak tahu berapa banyak notulen anggota BPUPKI yang tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

“Bahwa yang dimaksud data primer adalah yang berasal dari notulen rapat,bukan dalam bentuk makalah atau rekaman pada saat BPUPK bersidang tahun 1945,” terangnya.

AB Kusuma mengaku sudah mencari arsip otentik BPUPK dan PPKI sejak tahun 1992. “Di Belanda, arsip BPUPK dan PPKI bisa diakses. Buka hanya arsip Pringgodigdo, tapi juga arsip yang sangat rahasia seperti arsip serangan Jogja,” ungkapnya.

Kusuma mencontohkan lagi arsip soal lahirnya Pancasila, dimana arsip primer belum semuanya dibuka. “Saya setuju Pancasila lahir pada 1 Juni 1945, tapi Pancasila saat itu belum seperti Pancasila yang ada saat ini,” katanya.

Menurut AB Kusuma, Pancasila pada 1 Juni tersebut masih mengalami revisi lagi pada 22 Juni dan baru mencapai kesepakatan, yakni penghapusan tujuh kata piagam Jakarta, menjadi empat kata, “Ketuhanan Yang Maha Esa, pada 18 Agustus 1945. Pancasila yang disahkan pada 18 Agustus tersebut yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dan berlaku hingga saat ini.

Pada kesempatan tersebut, Kusuma juga berpesan kepada Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) agar menelaah Sejarah Pancasila secara benar dan menuliskannya berdasarkan arsip primer.

Lebih jauh Kusuma mengungkapkan kesalahan-kesalahan penulisan sejarah mengenai pidato 1 Juni 1945, Piagam Jakarta (penghapusan tujuh kata), tentang hari lahir DPR, dan kesalahan di Pusat Dokumentasi Sejarah Konstitusi Mahkamah Konstitusi. “Makanya, arsip-arsip otentik itu harus bisa dibuka dan diakses karena berpengaruh pada penulisan sejarah,” pungkas AB Kusuma.

Diakui Belum Lengkap

Sementara itu Direktur Layanan dan Pemanfaatan Arsip ANRI Drs Agus Santoso, mengakui bahwa arsip yang disimpan ANRI tidak seluruhnya lengkap, khususnya arsip pada masa awal kemerdekaan (Republik). ANRI terus melengkapi arsip, salah satunya tentang BPUPK dan PPKI. “Arsip nasional belum mendapatkan arsip-arsip itu,” ujarnya.

Namun, Agus menegaskan bahwa arsip yang ada di ANRI sudah dibuka dan bisa diakses masyarakat. “Silakan diakses, bukan hanya arsip tentang BPUPK yang ada, tapi juga arsip perjuangan seperti perjuangan pahlawan di Surabaya dan Bandung Lautan Api,” sebutnya.

Arsip yang masih ditutup, lanjut Agus, adalah arsip yang berkaitan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). “Arsip yang sifatnya khusus (tentang PKI) masih ada di lembaga lain. Kita belum mengumpulkannya. Selain arsip tentang PKI, semua arsip bisa diakses dan tidak ada yang tertutup,” kata Agus.

Dia mengakui sampai kini buku risalah perumusan konstitusi yang masih sering diperdebatkan adalah buku karya Muhammad Yamin dan Nugroho Notosusanto. Buku Yamin adalah buku yang pertama kalinya yang dibuat dalam bentuk risalah sejak kembali ke UUD 1945 pada tahun 1959.

Selain menyimpan sumber data primer atas konstitusi, lembaga Arsip Nasional memiliki arsip surat Dekrit 5 Juli 1959 yang asli, yakni Surat Pernyataan Berhenti Presiden Soekarno.

“Sedang arsip Supersemar tahun 1966 yang asli sampai sekarang belum diketemukan. Adapun ada 3 versi Supersemar, semuanya palsu,” kata Agus Santosa dalam diskusi yang juga menghadirkan Anggota DPR Komisi X, Popong Otje Djundjunan.

Diskusi “Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat” yang digelar Lembaga Pengkajian MPR RI itu juga dihadiri Ketua Lemkaji Rully Chairul Azwar dan Kepala Biro Humas MPR Siti Fauziah.** Erwin

 

Bagikan ke:

Posting Terkait