Memburu Penghutang Pajak

1344 views
TEMUAN Panitia Khusus (Pansus) Monitoring dan Evaluasi Perizinan HGU, IU Perkebunan, HTI, HPHTI, HPH, Izin Usaha Pertambangan, Izin Lingkungan, lain lingkungan (Amdal, UPL,UKL) DPRD Riau tentang adanya perusahaan penunggak pajak dengan nilai fantastis, yakni Rp104 triliun, merupakan kinerja yang prestisius dilakukan lembaga legislatif setingkat provinsi. 

Bahkan dalam suatu kesempatan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Suhardiman Ambi pun telah meliris yang menyebutkan 540 di antaranya merupakan perusahaan perkebunan, 60 perusahaan hutan tanaman industri dan 200 pabrik kelapa sawit. Perusahan itu sudah menunggak pajak dari 4 tahun yang lalu.

Meski begitu, ada tiga puluh perusahaan yang dirilis dengan nama inisial, yakni DP, CS, JS, KAT, MSAL, WT, BBU, PS, PAL, SB, PM, HPM, DAP, PM, ARP, AI, BTR, BIM, BSN, MMK, ESP, ES, SAW, RKSS, SB, PM, HPM, DAP, ARP, dan Al. Dengan perusahaan ini disampaikannya negara mengalami kerugian sebanyak 22 triliun per tahun. Selama ini hak seharusnya yang diterima oleh negara sebanyak 31 triliun, namun pemerintah hanya menerima 9 triliun, ujar Suhardiman.

Suhardiman mengatakan temuan itu didapatkan dari tim yang dipercayai oleh DPRD. Tim menghabiskan waktu satu tahun untuk menghitung kerugian negara itu. Selain ratusan perusahaan itu, ada belasan perusahaan pertambangan dan perusahaan hutan HPH, yang belum mereka hitung.

Lalu, berdasarkan rekomendasi Pansus, Komisi A DPRD Riau melaporkan 15 perusahaan untuk Polda Riau dengan rincian, Duta Palma Group yang terdiri dari PT Duta Palma Nusantara, PT Cerenti Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V yang terdiri dari PTPN V Sei Lindai, PTPN V Sei Buatan, PTPN V Batu Gajah, PTPN V Blok Pesikayan.

Gandaherah Group yang terdiri dari, PT Ganda Hera Hendana, PT Jatim Jaya Perkasa, PT Inecda Plantation. Sinar Mas Group yang terdiri dari PT Buana Wira Lestari, PT Bumi Palma Lestari Persada, PT Ramajaya Pramukti. Non Group yang terdiri PT Agro Abadi, PT Peputra Suprajaya.

Kemudian 10 laporan untuk PPNS Dinas Kehutanan Provinsi Riau dengan rincian, Indofood Plantations yang terdiri dari PT Cibaliung Tunggal Plantations, PT Salom Ivo Mas Pratama. Non Group yang terdiri dari, PT Inti Kamparindo, PT Kharisma Riau, PT Marita Makmur Jaya, PT Egasuti Nasakti, PT Seko Indah, PT Surya Bratasena, PT Air Jernih, PT Rama-rama.

10 laporan untuk Kejaksaan Riau dengan rincian, Duta Palma Group yang terdiri dari, PT Johan Santosa, PT Kencana Amal Tani, PT Mekarsari Alam Lestari, PT Wahan Jingga Timur, PT Eluan Mahkota, PT Aditya Palma Nusantara. Non Group yang terdiri dari, PT Hutahean, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Meskom Agro Sarimas, PT Guntung Idaman Nusa.

Terakhir, tiga laporan untuk Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau dengan rincian, PT Fortius Agro Wisata, PT Arya Rama Prakarsa, PT Sewangi Sawit Sejahtera.

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. 

Uang yang dihasilkan dari perpajakan digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya sepanjang sejarah untuk mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut antara lain untuk pembiataan perang, penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur ekonomi, pekerjaan publik , subsidi, dan operasional negara itu sendiri. 

Dana pajak juga digunakan untuk membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut. Pemerintah juga menggunakan dana pajak untuk membiayai jaminan kesejahteraan dan pelayanan publik. 

Pelayanan ini termasuk pendidikan, kesehatan, pensiun, bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan, dan transportasi umum. Penyediaan listrik, air, dan penanganan sampah juga menggunakan dana pajak dalam porsi tertentu. Negara masa kolonial maupun modern juga telah menggunakan mendorong produksi menjadi pergerakan ekonomi.

Kembali ke temuan Pansus DPRD Riau, meski Pansus sudah mengeluarkan rekomendasi agar temuan ditindaklanjuti, tapi stakeholder di Bumi Lancang Kuning (Provinsi Riau, red) masih belum menunjukkan upaya untuk menuntaskan atau memburu ‘garong’ pajak ratusan triliun rupiah. 

Pertanyaannya? Apakah hasil pansus yang diperoeh dari tim yang terpercaya, dan bekerja satu tahun tidak bisa digunakan sebagai alat untuk mengejar perusahaan yang berhutang pajak. Atau Pansus sendiri yang tidak memberikan sofcopy nama-nama perusahaan kepada stakeholder yang ada di dalam rekomendasi. Sehingga aparat penegak hukum tidak bisa memburu perusahaan yang dimaksudkan Pansus DPRD Riau. Tentunya ini perlu dijawab oleh Ketua Pansus Suhardiman Ambi.  

Sebutlah Pansus Monitoring dan Evaluasi Perizinan HGU, IU Perkebunan, HTI, HPHTI, HPH, Izin Usaha Pertambangan, Izin Lingkungan, lain lingkungan (Amdal, UPL,UKL) DPRD Riau, sudah menyerahkan/melapor nama-nama perusahaan kepada aparat penegak hukum di Riau. Lalu kenapa masalah ini senyap, alias tidak ada tanda-tanda dan upaya memburu hutang pajak perusahaan di Provinsi Riau tersebut. 

Penulis berpikir, andaikan Direktorat Jenderal Pajak Wilayah Riau-Kepri menggandeng aparat penegak hukum di Bumi Lancang Kuning mengejar piutang pajak, tentunya duit pajak akan segera masuk ke kas negara, dan tentunya akan kembali kepada masyarakat di Republik Indonesia yang kita cintai ini. 

Apakah ini perkara mudah? Barang tentu ini perkara mudah. Direktorat Jenderal Pajak Riau-Kepri sebagai lembaga terkait dengan tugas sesuai amanat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/ PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan adalah menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam mengemban tugas tersebut, DJP menyelenggarakan fungsi, yakni perumusan kebijakan di bidang perpajakan; pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perpajakan; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan; pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang perpajakan; pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Keuangan (sumber www.pajak.go.id/content/selayang-pandang).

Tanpa disebutkan Pansus DPRD Riau, DJP Riau-Kepri pastilah memiliki data lengkap dan akurat akan perusahaan penghutang pajak. Lalu kenapa bisa perusahaan yang beroperasi di Provinsi Riau menunggak pajak dari 4 tahun yang lalu. Mungkin publik pun bertanya-tanya akan hal ini. 

Alangkah lebih baiknya pertanyaan ini dipendam dulu. Karena pastinya kita berharap agar temuan Pansus Pansus Monitoring dan Evaluasi Perizinan HGU, IU Perkebunan, HTI, HPHTI, HPH, Izin Usaha Pertambangan, Izin Lingkungan, lain lingkungan (Amdal, UPL,UKL) DPRD Riau tentang perusahaan pajak penunggak pajak untuk dieksekusi secepatnya. 

Pada akhirnya, tentulah kita meyakini serta mempercayai bahwa piutang pajak perusahaan yang ada di Provinsi Riau sebesar Rp104 triliun bisa dipungut dari ‘garong’ pajak sehingga pendapatan negara kian bertambah, dan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan khalayak banyak.

Kita tunggu komitmen dari Kanwil DJP Riau-Kepri serta aparat penegak hukum, dan diharapkan ada keterbukaan sehingga publik tidak berpraduga. Tidak ada sulitnya, yang penting keseriusan dan mau melibatkan semua unsur dalam memburu agar keberhasilan memburu ‘garong’ pajak akan lebih maksimal. Kepada pemilik dan manajemen perusahaan penunggak pajak diharapkan untuk melunasi piutang pajak sesuai dengan norma hukum. Pajak digunakan untuk kepentingan umum. ***

*) Amril Jambak, pemerhati sosial, ekonomi, dan budaya.  

Bagikan ke:

Posting Terkait