PEKANBARU (LintasRiauNews) – Prof DR Yohanas Umar, akademisi yang juga tokoh perjuangan pemekaran Kepulauan Meranti. mulai ‘bernyanyi’ dan blak-blakan membeberkan kebobrokan aparat kejaksaan dalam menangani kasus hukum yang menjeratnya.
Mantan Pembantiu Rektor (PR) II Universitas Riau yang diadili sebagai satu satu dari dua terdakwa dalam perkara korupsi dana hibah Pemkab Meranti untuk persiapan pendirian Universitas Kepulauan Meranti (UKM) itu, merasa telah dizalimi dan diperas pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat.
Mulai dari proses penyelidikan, kemudian penyidikan hingga menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. dia menyebut selalu dimintai sejumlah uang oleh sejumlah oknum di Kejari Kepulauan Meranti.
Yohanas Umar mengungkapkan hal itu dalam nota pembelaan (pledoi) pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (9/3/17) sore. Pada persidangan sebelumnya, ia sempat mengamuk dan mengeluarkan kata ancaman kepada Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Meranti usai pembacaan tuntutan hukuman.
Pasalnya, JPU menyatakan dirinya terbukti melakukan korupsi dana hibah dari APBD Meranti yang dikucurkan untuk persiapan pendirian universitas di Selatpanjang dan dituntut hukuman 2 tahun penjara, disamping bayar denda dan pengganti keruguan negara.
Dalam pembelaannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Marsudin Nainggilan, Yohanas secara gamblang menuturkan ulah oknum kejaksaan yang cenderung memanfaakan kasus hukum yang menjeratnya untuk melakukan pemerasan terhadap dirinya.
Bermula, kata Yohanas, pada pemanggilan kedua pada tanggal 11 Agustus 2016. Ia diminta oleh Roy Modino SH, selaku Kasi Pidsus Kejari Meranti, untuk menghubungi pimpinannya Suwarjana SH selaku Kepala Kejari Meranti.
Dalam percakapan via telepon.seluler. Suwarjana mengatakan kepada Yohanas, bahwa perkara yang melibatkan dirinya itu bisa dikerucutkan dengan menjadikan satu orang tersangka saja. Namun Yohanas harus bersedia membantunya.
“Suwarjana meminta sejumlah uang kepada saya, dengan maksud perkara saya dapat dibantu. Lagi pula Suwarjana butuh uang, karena ada tamu dari Tim Jamwas Kejaksaan Agung mau datang ke Riau. Dia minta dikirim secepatnya melalui rekening milik istri dia (Suwarjana) di rekening BRI atas nama Siti Nurul Ismawati dengan nomor rekening 0339.0100133. 5654,” paparnya.
Permintaan Kajari Meranti itu kemudian dirembukan Yohanas dengan pengurus di Yayasan Meranti Bangkit (YMB). Selanjutnya sekira pukul 15.30 WIB, dia menghubungi Suwarjana bahwa bisa membantu. “Sekira pukul 15.56 WIB, uang saya kirim ke rekening atas nama istrinya itu sebanyak Rp 7.500.000,” ungkap Yohanas.
Namun, besoknya Suwarjana kembali menghubungi dirinya dan mengatakan uang yang sudah ditransfer itu tidak cukup. Yohanas saat itu menjawab tidak ada uang lagi.
“Namun kemudian saya bilang jika akan mengirimkan lagi sebesar Rp 2.500.000 lagi. Biar digenapkan menjadi Rp 10 juta Pak Suwarjana, saya kirim lagi Rp 2,5 juta lagi,” cerita Yohanas
Selanjutnya, setelah uang dikirim Rp 10 juta., ternyata Suwajana tidak menepati janjinya. Buktinya, dia tetap dijadikan tersangka bersama Nazarudin, Ketua Yayasan Meranti Bangkit (YMB), lembaga yang menerima dana hibah untuk pendirian UKM tersebut.
“Saya telah dizalimi, Suwarjana telah ingkar janji. Permintaan uang dia saya penuhi, tapi saya tetap juga diproses dan dijadikan tersangka,” cetus Yohanas dengan nada kecewa.
Menurut dia, permintaan uang oleh oknum jaksa itu bukan dalam proses penyidikan saja. Sejak perkara ini bergulir ke pengadilan, dan sewaktu dirinya menjalani operasi di kaki di Eka Hospital Pekanbaru, para oknum yang merupakan bawahan Suwarjana selalu minta uang.
“Katanya sebagai uang pengaman dan pengawal saya selama dirawat di Eka Hospital. Permintaannya tak tanggung tanggung, Rp 2 juta per hari. Namun saya katakan jika saya sanggup Rp 500 ribu per hari,” ungkap Yohanas lagi.
Karena tidak ada titik temu kesepakatan masalah uang pengamanan tersebut, siap operasi Yohanas langsung digiring kembali ke sel tahanan, di Rutan Sialang Bungkuk. Padahal sudah ada surat keterangan dokter Eka Hospital, bahwa ia selaku pasien butuh perawatan paling tidak selama tiga hari
“Jadi begitulah tindakan oknum jaksa selama saya menjalani proses hukum atas perkara dana hibah ini Yang Mulia Hakim,” ujar Yohanas, seperti dilansir riauterkini.com.
Setelah mendengarkan nota pembelaan Yohanas. Selanjutnya terdakwa Nazarudin yang mendapat giliran menyampaikan nota pembelaannya.
Pada sidang sebelumnya, JJPU Robby SH menuntut Yohanas dengan pidana penjara selama 2 tahun, denda Rp 50 juta subsider 1 bulan. Selain itu, Yohanas juga diwajibkan mengembalikan kerugian negara sebesar Rp110 juta atau subsider 1 tahun 3 bulan kurungan.
Sementara, H Nazarudin, selaku Ketua Yayasan Meranti Bangkit dituntut hukuman pidana penjara selama 1 tahun 8 bulan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan. Nazarudin juga diwajibkan membayar kerugian negara sebesar Rp 225 juta subsider 10 bulan.
Kedua terdakwa ini dinyatakan jaksa terbukti melanggar Pasal 3, Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana.
Yohanas Umar dan Nazarudin didakwa melakukan perbuatan tindak pidana korupsi dengan cara menyelewengkan dana bantuan hibah persiapan pendirian UKM di Selatpanjang pada tahun 2011 lalu, Pemkab Meranti saat itu mengalokasikan dana sebesar Rp1,2 miliar yang berasal dari APBD.
Dana yang dialokasikan diduga telah diselewengkan untuk kepentingan pribadi kedua terdakwa. Akibatnya, terjadi kerugian sebesar Rp 300 juta.[] red00