SELATPANJANG (LintasRiauNews)– Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kepulauan Meranti Suwarjana SH membantah keras telah meminta sejumlah uang kepada Prof DR Yohanes Umar, salah satu terdakwa korupsi dana hibah persiapan pendirian Universitas Kepulauan Meranti (UKM).
Suwarjana kepada pers di Selatpanjang mengaku telah difitnah oleh Yohanes Umar. “Masa dalam pledoinya dia mengatakan saya minta uang sejumlah Rp 10 juta melalui telepon. Padahal saya tidak tahu nomor telponnya, kenal pun tidak,” ujar Suwarjana, Selasa (14/3/2017).
Ia mengatakan uang sejumlah Rp 10 juta terlalu kecil untuk menggadaikan kehormatan institusinya. “Jangankan Rp 10 juta, Rp 1 miliar saja pernah saya tolak saat saya bertugas di Kejari Pekalongan,” tukas Suwarna.
Dalam nota pembelaannya (pledoi) saat sidang lanjutan perkara korupsi dana hibah persiapan UKM di Selatpanjang yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru, Kamis (9/3) lalu, Yohanas Umar, membeberkan bahwa ia selalu dimintai sejumlah uang oleh oknum-oknum di Kejari Meranti yang menangani proses hukum yang menjeratnya.
Termasuk oleh Kepala Kejari Kepulauan Meranti Suwarjana yang meminta uang sebesar Rp10 juta. Permintaan itu dipenuhi Yohanas dengan dua kali transfer ke rekening milik istri Kajari di rekening BRI atas nama Siti Nurul Ismawati, nomor 0339.0100133. 5654.
“Saya telah dizalimi, Suwarjana telah ingkar janji. Permintaan uang dia saya penuhi, tapi saya tetap juga diproses dan dijadikan tersangka,” cetus Yohanas dengan nada kecewa di hadapan Majelis Halim yang diketuai Marsudin Nainggolan.
Pada persidangan sebelumnya, ia sempat mengamuk dan mengeluarkan kata ancaman kepada Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Meranti usai pembacaan tuntutan hukuman.
Pasalnya, JPU menyatakan Yohanas terbukti melakukan korupsi dana hibah dari APBD Meranti yang dikucurkan untuk persiapan pendirian universitas di Selatpanjang dan dituntut hukuman 2 tahun penjara, disamping bayar denda dan pengganti keruguan negara.
Menanggapi hal itu, Suwarjana juga menyayangkan sikap beberapa media yang memberitakan pledoi Yohanes Umar tanpa konfirmasi terlebih dahulu ke pihak Kejari Meranti.
“Saya akan laporkan masalah pencemaran nama baik ini ke Polda Riau. Ini bukan masalah nama baik saja, melainkan nama lembaga Kejaksaan Indonesia,” tandasnya.
Suwarjana mengatakan pula bahwa uang sebesar Rp 110 juta yang diungkap dalam pledoi Yohanas Umar itu bukanlah untuk dirinya. Tetapi itu adalah uang pengganti kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindakan korupsi Yohanas Umar Cs.
“Itu kan uang untuk negara, bukan untuk kami. Kerugian negara akibat perbuatan mereka kan harus mereka ganti. Kalau tidak asetnya bisa disita,” terangnya.
Suwarjana menyebut bahwa pihaknya bisa membantu penuntutan jika Yohanas kooperatif dan mengembalikan kerugian negara. “Bukan minta bantu untuk kepentingan kami, melainkan kepentingan pemeriksaan dan kerugian negara. Bagaimana dia (Yohanas Umar, red) ini, masa salah tanggap,” ujarnya.
Dia juga mengaku tidak takut dipanggil pihak Kejati Riau terkait dugaan pemerasan sebagaiman diungkap dalam pledoi Yohanas Umar dalam sidang Tipikor beberapa waktu lalu.
“Saya enggak terima apa-apa kok, lagipula dia kan ditipu orang. Nanti kan bisa dicek, uang yang ditransfer itu kemana mengalirnya,” tuturnya.
Suwarjana mengungkapkan, kasus jual nama pihak Kejari ini sudah kerap terjadi di Meranti. Bahkan, sebelum menimpa terdakwa Yohanas Umar, beberapa waktu lalu oknum penipu juga telah menghubungi keluarga tersangka kasus korupsi peningkatan Jalan Tanjung Mayat, Harmunis untuk dimintai sejumlah uang.
Menurut dia seharusnya kasus pemerasan dengan modus mengatasnamakan pihak Kejari tidak terjadi lagi, karena pihaknya telah mengeluarkan nota dinas kepada seluruh pihak agar tidak melayani siapapun yang mengaku pihak Kejari meminta uang.
“Dari kades hingga Pemkab Meranti sudah saya sebarkan nota dinas itu. Kok masih ada yang ketipu. Parahnya lagi, yang ketipu malah menuangkan di pledoinya. Kan jadi fitnah,” ungkap Suwarjana, seperti dilansir halloriau.com. [] red007