Ayo, Selamatkan Rp260 Triliun Kita

734 views
“INDONESIA as A Maritime Axis: Challenges and Opportunities”. Itulah judul kuliah umum yang disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di John F. Kennedy School for Governance (JFKSG), Harvard University, Cambridge, Massachusetts, Senin, 7 Maret 2016 lalu.

Menteri Susi yang hanya lulusan SMP itu memaparkan berbagai strategi dan kebijakan pemerintah Indonesia yang tegas terhadap para pencuri ikan di laut Indonesia. “Pencurian ikan merugikan kami hingga Rp260 triliun per tahun,” tegas Susi dalam kuliahnya itu. 

Rupanya, para mahasiswa Amerika Serikat itu tidak memedulikan latar belakang akademis Menteri Kelautan yang enerjik itu. Tapi, gagasan dan terobosannya dalam menyelamatkan Rp260 triliun aset rakyat Indonesia yang dicuri para maling ikan setiap tahunnya. 

Direktur Akademi ASH Center, Harvard Kennedy School, Jay K. Rosengard juga menegaskan, bahwa yang terpenting adalah bagaimana mereka mempelajari kebijakan Menteri Susi yang telah mengubah pasar ikan dunia saat ini. 

Kuliah tersebut merupakan bagian dari kunjungannya Susi ke Amerika Serikat pada 6-11 Maret 2016, untuk menghadiri Seafood Expo North America, Boston Convention and Exhibition Center, Massachusetts, Amerika Serikat yang merupakan pameran kelautan terbesar di Amerika. 

Ternyata, sikap tegas yang dilakukan Susi sejak menjabat, sampai hari hari masih terus dilakukan. Bahkan, yang terbaru adalah 
Susi memimpin langsung penenggelaman kapal berbendera Nigeria, MV Viking Lagos di laut Pangandaran, Minggu, 15 Maret 2016 lalu. Kapal berukuran panjang 70 meter dan lebar 8 meter berwarna biru itu dikejar Interpol selama bertahun tahun karena adanya kerugian aki bat illegal fishing.

Penenggelaman ratusan kapal pencuri ikan tersebut adalah perintah Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan (“UU Perikanan”). Dalam UU Perikanan, sama halnya seperti penerapan sanksi pada tindak pidana lain pada umumnya, penerapan sanksi pada tindak pidana di bidang perikanan adalah berupa pidana penjara dan/atau denda. Selain itu, memang benar bahwa salah satu penerapan hukum pidana dalam bidang perikanan juga berupa penenggelaman kapal asing yang beroperasi di wilayah Indonesia.
 
Adapun pasal soal penenggelaman kapal asing dapat kita temukan dalam Pasal 69 ayat (4) UU Perikanan yang berbunyi: (1) Kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. (2) Kapal pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilengkapi dengan senjata api. (3) Kapal pengawas perikanan dapat menghentikan, memeriksa, membawa, dan menahan kapal yang diduga atau patut diduga melakukan pelanggaran di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia ke pelabuhan terdekat untuk pemrosesan lebih lanjut. (4) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
 
Dengan demikian, penenggelaman kapal perikanan berbendera asing merupakan tindakan khusus yang dilakukan oleh kapal pengawas perikanan dalam menjalankan fungsinya sekaligus sebagai penegak hukum di bidang perikanan. Yang dimaksud dengan “kapal pengawas perikanan” adalah kapal pemerintah yang diberi tanda tertentu untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan (lihat Penjelasan Pasal 69 ayat (1) UU Perikanan).
 
Namun, hal penting yang perlu diperhatikan terkait penenggelaman kapal asing ini adalah penenggelaman itu tidak boleh dilakukan sewenang-wenang dan harus berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
 
Yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup” adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana di bidang perikanan oleh kapal perikanan berbendera asing, misalnya kapal perikanan berbendera asing tidak memiliki Surat Izin Penangkapan Ikan (“SIPI”) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (“SIKPI”), serta nyata-nyata menangkap dan/atau mengangkut ikan ketika memasuki wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. 

Ketentuan ini menunjukkan bahwa tindakan khusus tersebut tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi hanya dilakukan apabila penyidik dan/atau pengawas perikanan yakin bahwa kapal perikanan berbendera asing tersebut betul-betul melakukan tindak pidana di bidang perikanan. Demikian yang dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 69 ayat (4) UU Perikanan.

Dengan payung hukum tersebut, sebagai anak bangsa Indonesia, sudah seharusnya kita semua mendukung langkah tegas pemerintah Indonesia, atas nama pemerintah. Sebab, ternyata langkah tegas itu diapresiasi oleh bangsa lain. Meski pun tidak sedikit yang marah kepada Menteri Susi. Tapi, kalau bukan kita siapa lagi. Apakah kita rela aset laut kita terus menerus dicuri bangsa asing? ***

*) Rahmatullah Kusuma, pemerhati masalah sosial masyarakat. 
Bagikan ke:

Posting Terkait