HUBUNGAN Indonesia-Cina/Tiongkok sedikit terganggu pasca kasus penangkapan kapal ikan nelayan Cina di perairan Indonesia. Kapal pencuri ikan asal China, Kway Fey 10078 ditangkap petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan KP Hiu saat melakukan pencurian ikan (illegal fishing) pada tanggal 19 Maret 2016 pukul 14.15 WIB. Penangkapan ini terjadi di wilayah Indonesia, tepatnya 4,34 km dari garis pantai Pulau Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Kapal pencuri ikan dari China ini sempat menolak diberhentikan. Petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terpaksa melepas tembakan, lalu menabrak tepian Kway Fey. Delapan awak kapal pencuri ikan diamankan tim KKP, semuanya warga negara China.
Saat kapal Kway Fey digiring oleh KP Hiu menuju daratan Natuna untuk diperiksa lebih lanjut, menjelang tengah malam, mendadak muncul sebuah kapal bersenjata berat berbendera China. Dan belakangan diketahui, kapal ini berasal dari satuan Penjaga Pantai (Coast Guard) di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan China. kway fey Kapal Coast Guard itu selain mengejar KP Hiu, juga menabrak badan Kway Fey, sehingga kapal para pencuri ikan itu gagal diseret ke daratan Indonesia. KP Hiu 11 mencoba menghubungi kapal yang tiba-tiba agresif itu lewat radio namun tidak ada jawaban. Kapal Kway Fey gagal diamankan otoritas Indonesia, kendati para awaknya sebagian ditahan.
Data pemerintah RI menunjukkan koordinat kapal ikan Kway Fey itu berada di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, ditarik dari tepian Natuna, sesuai dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan kapal patroli KKP sempat menangkap sebuah kapal yang diduga melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Natuna. Kapal itu dilepas kembali karena kemunculan kapal penjaga pantai Cina.
Menteri KKP Susi Pudjiastuti meminta pemerintah Cina menyerahkan kembali kapal Kway Fey 10078 ke tangan aparat Indonesia. Pemerintah Cina santer mengklaim laut kepulauan Natuna, yakni wilayah tempat kapal ditemukan melintas, sebagai kawasan zona penangkapan ikan tradisional (traditional fishing zone/TFZ) negeri itu.
Pemerintah tidak mengenal konsep TFZ seperti yang diklaim Cina dan menyatakan bahwa Kway Fey 10078 terbukti masuk perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Sehingga kapal patroli Indonesia berhak menghampiri kapal itu dan menangkapnya. Meminta Kementerian Luar Negeri mengajukan protes diplomatik.
Kuasa Usaha Kedubes China, Sun Weide, membantah keterangan Menteri KKP dan meyakini para pencuri ikan itu beroperasi secara sah di wilayah laut Tiongkok. Beijing menjalankan doktrin maritim yang mengklaim lebih dari 80 persen wilayah Laut China Selatan sebagai wilayah negara mereka, mendekati Kepulauan Natuna.
Pemerintah Indonesia menyampaikan protes kepada Kuasa Usaha Sementara Tiongkok di Jakarta. Protes ini sehubungan dengan pelanggaran kapal penjaga pantai (coastguard) milik Cina di perairan Indonesia.
Menteri Luar Negeri, Retno L.P. Marsudi, mengatakan nota protes yang ditujukan kepada Kedutaan Besar Cina itu berisi sedikitnya tiga poin utama. Pertama, Indonesia memprotes pelanggaran yang dilakukan coastguard Cina terhadap hak berdaulat dan yuridiksi Indonesia di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan landas kontingen.
Kedua, Indonesia memprotes pelanggaran oleh coastguard Cina terhadap penegakan hukum yang dilakukan aparat Indonesia di ZEE dan landas kontingen. Ketiga, Indonesia memprotes pelanggaran yang juga dilakukan coastguard Cina terhadap kedaulatan laut teritorial Indonesia.
Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Ade Supandi mengatakan Kapal Cina KM Kway Fey 10078 sudah jelas berada di teritori Indonesia. Kapal tersebut berada di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Pelanggaran ini sudah ditanggapi Indonesia dengan mengirim nota protes ke Cina.
TNI Angkatan Laut belum mengambil langkah dengan menambah armada atau mengambil tindakan karena pelanggaran ini masih diselesaikan dengan diplomasi. TNI AL, akan terus memantau perkembangan situasi apakah menjadi meluas atau tidak. Jika dapat diselesaikan dalam kerangka diplomasi maka TNI AL tidak akan turut campur. Belum akan menambah jumlah armada di Laut Natuna, karena pelanggaran yang dilakukan oleh kapal Cina itu masih merupakan konflik perikanan, bukan konflik yang mengganggu pertahanan negara.
Duta Besar Indonesia untuk Cina, Soegeng Rahardjo, menilai, reaksi negara itu atas insiden kapal nelayan mereka di Kepulauan Natuna masih normal. Negara mana pun akan menanggapi yang sama. Reaksinya masih terukur.
Sampai saat ini, pihaknya belum menerima reaksi dari pemerintah Cina. Namun minta agar Pemerintah Indonesia melindungi dan memberikan jaminan keamanan kepada delapan awak kapal yang ditahan.
Pemerintah Indonesia menganggap persoalan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan costguard China di Perairan Natuna, beberapa waktu lalu, sudah selesai. Sekretaris Kabinet Pramono Anung, di Jakarta, pada Rabu, 13 April 2016, mengatakan permasalahan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan costguard Cina di Perairan Natuna, sudah selesai dan hanya ada kesalahpahaman.
Indonesia dan Cina sama-sama mendukung penyelesaian perseteruan di Natuna dengan jalan damai. Beberapa yang menimbulkan adanya ketegangan kawasan, diutamakan di kedepankan bisa dilakukan dengan cara damai sehingga saling menghormati dan tidak melibatkan pihak-pihak di luar kawasan. Ke depan, Indonesia dan China dapat saling menghormati wilayah perairan masing-masing. Apa yang menjadi posisi Indonesia, baik secara garis batas yang dimiliki dan tradisi yang ada, kita saling menghormati.
Sikap protes yang diajukan oleh pemerintah Indonesia melalui kementerian Luar Negeri terhadap pemerintahan Tiongkok merupakan sikap tegas pemerintah yang sangat concern terhadap batas wilayah negara.
Sikap tersebut bertujuan agar pemerintah Tiongkok harus mematuhi batas wilayah suatu negara. Dalam hubungan bernegara yang baik, prinsip hukum internasional, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, harus dihormati.
Walaupun permasalahan tersebut sudah dianggap selesai dengan adanya statment dari pemerintah melalui Sekretaris Kabinet, upaya penegakan hukum terhadap pencurian ikan (illegal fishing) di wilayah Indonesia harus diteruskan.
Pemberantasan illegal fishing dengan menengggelamkan kapal harus terus digencarkan agar menimbulkan efek jera, sehingga wilayah perairan Indonesia steril dari kapal asing pelaku penangkapan ikan secara illegal. Dengan adanya ketegasan dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan maka kapal-kapal asing yang ingin mencuri ikan di perairan Indonesia akan berfikir berulang kali dengan resikonya.
Namun demikian, tindakan tegas itu tidak perlu dilakukan secara emosional tanpa memiliki bukti yang kuat misalnya, dengan menangkap kapal asing yang sedang sandar di pelabuhan untuk kepentingan logistik dan tidak terbukti melakukan pencurian ikan harus dihindari atau dengan kata lain penangkapan tidak perlu dilakukan selama kapal tidak melanggar aturan dan memiliki izin sesuai ketentuan yang berlaku.
Keberanian pemerintah menindak tegas pelaku illegal fishing asing yang melakukan pelanggaran atas kekayaan laut Indonesia nantinya akan membuat para nelayan tradisonal Indonesia akan semakin mudah dalam mencari ikan dan dapat memperbaiki taraf perekonomiannya sehingga program pemerintahan Jokowi menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara tidak terkecuali nelayan dapat benar-benar diwujudkan. ***
*) Bahrul SE, pemerhati Sosial dan Ekonomi Pesisir
Saat kapal Kway Fey digiring oleh KP Hiu menuju daratan Natuna untuk diperiksa lebih lanjut, menjelang tengah malam, mendadak muncul sebuah kapal bersenjata berat berbendera China. Dan belakangan diketahui, kapal ini berasal dari satuan Penjaga Pantai (Coast Guard) di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan China. kway fey Kapal Coast Guard itu selain mengejar KP Hiu, juga menabrak badan Kway Fey, sehingga kapal para pencuri ikan itu gagal diseret ke daratan Indonesia. KP Hiu 11 mencoba menghubungi kapal yang tiba-tiba agresif itu lewat radio namun tidak ada jawaban. Kapal Kway Fey gagal diamankan otoritas Indonesia, kendati para awaknya sebagian ditahan.
Data pemerintah RI menunjukkan koordinat kapal ikan Kway Fey itu berada di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, ditarik dari tepian Natuna, sesuai dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan kapal patroli KKP sempat menangkap sebuah kapal yang diduga melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Natuna. Kapal itu dilepas kembali karena kemunculan kapal penjaga pantai Cina.
Menteri KKP Susi Pudjiastuti meminta pemerintah Cina menyerahkan kembali kapal Kway Fey 10078 ke tangan aparat Indonesia. Pemerintah Cina santer mengklaim laut kepulauan Natuna, yakni wilayah tempat kapal ditemukan melintas, sebagai kawasan zona penangkapan ikan tradisional (traditional fishing zone/TFZ) negeri itu.
Pemerintah tidak mengenal konsep TFZ seperti yang diklaim Cina dan menyatakan bahwa Kway Fey 10078 terbukti masuk perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Sehingga kapal patroli Indonesia berhak menghampiri kapal itu dan menangkapnya. Meminta Kementerian Luar Negeri mengajukan protes diplomatik.
Kuasa Usaha Kedubes China, Sun Weide, membantah keterangan Menteri KKP dan meyakini para pencuri ikan itu beroperasi secara sah di wilayah laut Tiongkok. Beijing menjalankan doktrin maritim yang mengklaim lebih dari 80 persen wilayah Laut China Selatan sebagai wilayah negara mereka, mendekati Kepulauan Natuna.
Pemerintah Indonesia menyampaikan protes kepada Kuasa Usaha Sementara Tiongkok di Jakarta. Protes ini sehubungan dengan pelanggaran kapal penjaga pantai (coastguard) milik Cina di perairan Indonesia.
Menteri Luar Negeri, Retno L.P. Marsudi, mengatakan nota protes yang ditujukan kepada Kedutaan Besar Cina itu berisi sedikitnya tiga poin utama. Pertama, Indonesia memprotes pelanggaran yang dilakukan coastguard Cina terhadap hak berdaulat dan yuridiksi Indonesia di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan landas kontingen.
Kedua, Indonesia memprotes pelanggaran oleh coastguard Cina terhadap penegakan hukum yang dilakukan aparat Indonesia di ZEE dan landas kontingen. Ketiga, Indonesia memprotes pelanggaran yang juga dilakukan coastguard Cina terhadap kedaulatan laut teritorial Indonesia.
Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Ade Supandi mengatakan Kapal Cina KM Kway Fey 10078 sudah jelas berada di teritori Indonesia. Kapal tersebut berada di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Pelanggaran ini sudah ditanggapi Indonesia dengan mengirim nota protes ke Cina.
TNI Angkatan Laut belum mengambil langkah dengan menambah armada atau mengambil tindakan karena pelanggaran ini masih diselesaikan dengan diplomasi. TNI AL, akan terus memantau perkembangan situasi apakah menjadi meluas atau tidak. Jika dapat diselesaikan dalam kerangka diplomasi maka TNI AL tidak akan turut campur. Belum akan menambah jumlah armada di Laut Natuna, karena pelanggaran yang dilakukan oleh kapal Cina itu masih merupakan konflik perikanan, bukan konflik yang mengganggu pertahanan negara.
Duta Besar Indonesia untuk Cina, Soegeng Rahardjo, menilai, reaksi negara itu atas insiden kapal nelayan mereka di Kepulauan Natuna masih normal. Negara mana pun akan menanggapi yang sama. Reaksinya masih terukur.
Sampai saat ini, pihaknya belum menerima reaksi dari pemerintah Cina. Namun minta agar Pemerintah Indonesia melindungi dan memberikan jaminan keamanan kepada delapan awak kapal yang ditahan.
Pemerintah Indonesia menganggap persoalan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan costguard China di Perairan Natuna, beberapa waktu lalu, sudah selesai. Sekretaris Kabinet Pramono Anung, di Jakarta, pada Rabu, 13 April 2016, mengatakan permasalahan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan costguard Cina di Perairan Natuna, sudah selesai dan hanya ada kesalahpahaman.
Indonesia dan Cina sama-sama mendukung penyelesaian perseteruan di Natuna dengan jalan damai. Beberapa yang menimbulkan adanya ketegangan kawasan, diutamakan di kedepankan bisa dilakukan dengan cara damai sehingga saling menghormati dan tidak melibatkan pihak-pihak di luar kawasan. Ke depan, Indonesia dan China dapat saling menghormati wilayah perairan masing-masing. Apa yang menjadi posisi Indonesia, baik secara garis batas yang dimiliki dan tradisi yang ada, kita saling menghormati.
Sikap protes yang diajukan oleh pemerintah Indonesia melalui kementerian Luar Negeri terhadap pemerintahan Tiongkok merupakan sikap tegas pemerintah yang sangat concern terhadap batas wilayah negara.
Sikap tersebut bertujuan agar pemerintah Tiongkok harus mematuhi batas wilayah suatu negara. Dalam hubungan bernegara yang baik, prinsip hukum internasional, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, harus dihormati.
Walaupun permasalahan tersebut sudah dianggap selesai dengan adanya statment dari pemerintah melalui Sekretaris Kabinet, upaya penegakan hukum terhadap pencurian ikan (illegal fishing) di wilayah Indonesia harus diteruskan.
Pemberantasan illegal fishing dengan menengggelamkan kapal harus terus digencarkan agar menimbulkan efek jera, sehingga wilayah perairan Indonesia steril dari kapal asing pelaku penangkapan ikan secara illegal. Dengan adanya ketegasan dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan maka kapal-kapal asing yang ingin mencuri ikan di perairan Indonesia akan berfikir berulang kali dengan resikonya.
Namun demikian, tindakan tegas itu tidak perlu dilakukan secara emosional tanpa memiliki bukti yang kuat misalnya, dengan menangkap kapal asing yang sedang sandar di pelabuhan untuk kepentingan logistik dan tidak terbukti melakukan pencurian ikan harus dihindari atau dengan kata lain penangkapan tidak perlu dilakukan selama kapal tidak melanggar aturan dan memiliki izin sesuai ketentuan yang berlaku.
Keberanian pemerintah menindak tegas pelaku illegal fishing asing yang melakukan pelanggaran atas kekayaan laut Indonesia nantinya akan membuat para nelayan tradisonal Indonesia akan semakin mudah dalam mencari ikan dan dapat memperbaiki taraf perekonomiannya sehingga program pemerintahan Jokowi menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara tidak terkecuali nelayan dapat benar-benar diwujudkan. ***
*) Bahrul SE, pemerhati Sosial dan Ekonomi Pesisir