Waspada Tindakan Valsunisasi Berkedong Vaksinasi

956 views
TERKUAKNYA pembuatan dan beredarnya vaksin palsu belakangan ini menyita perhatian banyak pihak. Perhatian tersebut muncul dari kalangan pemerhati kesehatan, pihak yang bertanggungjawab atas pelayanan kesehatan, masyarakat, hingga pihak penegak hukum.

Isu vaksin palsu ini berkaitan erat dengan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya dan dikhawatirkan membawa dampak negatif jika masyarakat tidak paham dengan dampak dari penggunaan vaksin palsu. Lantas apa yang dapat kita perbuat?

Vaksin tentunya berkaitan dengan kegiatan konsumsi dan pastinya dari kegiatan tersebut akan memunculkan sebuah dampak. Faktor resiko ini sebaiknya menjadi hal yang wajib untuk diketahui. Menurut Ahli Vaksin, dr Dirga Sakti Rambe MSc-VPCD. Pemberian vaksin palsu pada bayi dapat memiliki dua dampak negatif.

Dampak pertama adalah dari sisi keamanan vaksin palsu itu bagi bayi dan yang kedua dampak proteksi atau kekebalan, yakni bayi yang diberi vaksin palsu tentu tidak memiliki proteksi atau kekebalan. Terkait dampak keamanan, tergantung dari larutan yang dicampurkan pembuat vaksin palsu. Yang jelas proses pembuatan vaksin palsu tentu tidak steril dan berpotensi tercemar virus, bakteri, dan lain sebagainya yang tidak baik bagi kesehatan.

Kemungkinan jangka pendek yang dapat terjadi adalah timbulnya infeksi. Infeksi bisa bersifat ringan bisa juga infeksi sistemik. Dampak jangka pendek tersebut, bisa terjadi dalam dua minggu pertama dan orang tua bisa memeriksakan anaknya ke dokter jika terjadi gejala itu. Infeksi berat bisa berupa demam tinggi, laju nadi meningkat, laju pernafasan meningkat, leukosit meningkat, anak sulit makan minum hingga terjadinya penurunan kesadaran.

Sementara itu, dampak kedua selain dampak keamanan adalah dampak proteksi. Vaksinasi bertujuan mencetuskan kekebalan pada seseorang sebelum dia sakit, jika seorang anak mendapatkan vaksin palsu tentu tujuan vaksinasi tidak tercapai, kekebalan tadi tidak pernah ada.

Sehubungan dengan peredaran vaksin palsu tersebut, Pihak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memastikan vaksin yang dipakai IDAI berasal dari sumber yang benar. Vaksin yang diberikan di fasilitas kesehatan, termasuk puskesmas dan rumah sakit, aman digunakan dan bisa diperoleh secara gratis.

Ketua Umum IDAI Aman Bhakti Pulungan menambahkan, munculnya kasus vaksin palsu bukan karena tak ada vaksin di lapangan. Vaksin dipalsukan untuk mendapat keuntungan ekonomi. Jika warga curiga anak balitanya diberi vaksin palsu, bisa melapor ke dokter anak terdekat agar diobservasi dampak akibat vaksin palsu itu. Efeknya bergantung materi di vaksin palsu itu.

Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kemenkes Elizabeth Jane Soepardi mengatakan, belum ada laporan kejadian akibat vaksin palsu. Anak balita yang diberi vaksin palsu akan diobservasi dan diberi vaksin yang benar agar terlindungi dari penyakit tertentu.

Sementara itu dari sisi pihak penegak hukum, Bareskrim Polri kembali mengamankan dua distributor vaksin palsu di kawasan Semarang di sebuah hotel di Semarang sehingga timnya baru mengamankan dokumen penjualan vaksin tersebut untuk alat bukti. Dua distributor itu berinisial M dan T.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya di Mabes Polri mengatakan bahwa dua pelaku tersebut berperan sebagai distributor vaksin palsu. Mereka menjual vaksin-vaksin tersebut wilayah Semarang dan kepada siapa saja yang memesan.
Diketahui, sebelumnya penyidik Bareskrim telah mengamankan 13 terduga pelaku di balik munculnya fenomena vaksin palsu. Ke-13 orang ini yakni produsen, distributor, kurir, dan pencetak yang diamankan dari wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

Pelaku pembuatan vaksin palsu telah menjalankan bisnis jahat tersebut sejak 2003. Mereka menjual vaksin antara lain di rumah sakit atau apotek dengan harga jauh lebih murah hingga Rp400 ribu dari vaksin asli. Pelaku membuat vaksin wajib (BCG, campak dan hepatitis) dengan cara mencampur cairan infus dengan vaksin tetanus. Dengan modal cukup Rp150 ribu, mereka membuat sejumlah ampul vaksin.

Dari hasil penangkapan, diketahui ada tiga pabrik pembuat vaksin palsu, yakni di Bintaro, Bekasi Timur, dan Kemang Regency. Dari seluruh penggeledahan, penyidik mengamankan barang bukti, yakni 195 sachet hepatitis B, 221 botol vaksin polio, 55 vaksin anti-snake dan sejumlah dokumen penjualan vaksin. Para tersangka dikenakan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan denda Rp1,5 miliar.

Berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian, kita dapat mengetahui ciri-ciri dari vaksin palsu tersebut, antara lain untuk vaksin palsu, tutup karetnya berwarna lebih cerah dari yang asli. Vaksin palsu juga dikemas lebih rapi. Sementara itu, cairan vaksin asli lebih pekat dari yang palsu. produsen vaksin palsu menyiapkan sendiri kemasannya, mulai dari botol, label, hingga kotak pengemasnya. Botol vaksin palsu menggunakan botol bekas yang diisi larutan buatan oleh tersangka. Label kemasan dicetak di percetakan di Kalideres, Jakarta Barat.

Mencermati peristiwa vaksin palsu yang sedang menjadi perhatian publik, dari pihak yang bertanggungjawab memberikan fasilitas kesehatan bagi masyarakat, diharapkan menalami prosedur yang dilalui oleh produsen pembuatan vaksin palsu beserta distributor yang menyalurkan vaksin tersebut ke konsumen.

Seluruh pemangku kepentingan terkait kesehatan diharapkan ketika melakukan pengadaan vaksin melalui distributor resmi atau Dinas Kesehatan setempat, agar tidak tergiur dengan harga  vaksin yang lebih murah dari harga yang dikeluarkan distributor resmi, tetap utamakan faktor kesehatan bukan faktor keuntungan ekonomi.

Mengkonsumsi vaksin palsu adalah hal yang berhubungan dengan jiwa yang mana ketika masyarakat Indonesia mengkonsumsi vaksin tersebut, maka efek samping yang diterima langsung berhubungan dengan kesehatan jiwa. Dari sisi kita sebagai masyarakat Indonesia, kita sebaiknya mengenali gejala yang diterima oleh anak pasca melakukan vaksinasi, apabila gejala yang muncul tidak kunjung memberikan dampak positif, maka segeralah periksa ke dokter terdekat. Masyarakat diharapkan melakukan imunisasi di fasilitas kesehatan resmi. Apabila masyarakat menemukan atau mencurigai adanya peredaran vaksin palsu, segera melapor ke Dinas Kesehatan  setempat atau Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Jangan sampai nyawa anak menjadi taruhan dari kegiatan penyebaran vaksin palsu. ***

*) Moch. Irfandi, peneliti LSISI, domisili di Jakarta.
Bagikan ke:

Posting Terkait