Dua Mata Pisau dalam Fenomena Isu PHK Buruh

901 views
ISU menyangkut masalah perburuhan di Indonesia seakan tidak pernah ada habisnya. Berbagai kasus yang menyangkut perburuhan hampir setiap saat menghiasi media nasional Indonesia. Fenomena terakhir adalah aksi demo ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di Istana merdeka pada 6 Februari 2016. 

Aksi serempak serupa juga akan diikuti puluhan ribu buruh lainnya di Bogor, Karawang, Cikarang, Tangerang, Surabaya, Batam, Bandung, Medan, Aceh, Makassar. Aksi ini dilakukan karena sejumlah perusahaan tidak lagi memperpanjang kontrak kerja karyawannya, malah kemungkinan besar mereka akan menutup perusahaannya dan hengkang dari Indonesia. 

Keputusan Panasonic dan Toshiba menutup pabrik di Indonesia, terjadi karena rendahnya daya beli masyarakat. Akibatnya, penjualan produk elektronik dua perusahaan raksasa tersebut juga anjlok. Selain dua perusahaan tersebut, masih ada dua perusahaan elektronik lain asal Korea Selatan yang juga gulung tikar per Januari 2016. Dikutip dari Kompas, yang pertama adalah PT Samoin, yang telah mem-PHK 1.200 karyawannya. Berikutnya, PT Starlink, yang melakukan PHK atas 500 orang pekerja.

Jika kita menarik benang merah permasalahan tersebut, aksi PHK secara tidak langsung juga disebabkan oleh kelakuan para buruh itu sendiri. Maraknya aksi demo buruh di Indonesia membahayakan iklim investasi karena investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia. 

Pada akhirnya akan merugikan kinerja perusahaan yang berdampak pada efisiensi pekerja melalui PHK. Demo anarkis itu menjadi salah satu penyebabnya sehingga perekonomian di Indonesia lambat.

Pemerintah bukannya anti terhadap demo, tetapi harus dilakukan dengan cara-cara yang santun. Dalam menyampaikan aspirasi, tidak hanya melalui cara demo, tetapi masih ada jalur lainnya yang lebih komunikatif, yakni dengan cara audiensi. Untuk apa demo kalau masih bisa audensi. Contohnya iklim usaha di Kabupaten Bandung. 

Hingga kuartal pertama 2015, pemerintah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berhasil menarik investasi Rp 6 triliun di beberapa sektor industri. Kunci stabilnya iklim investasi di wilayahnya adalah tidak ada polemik antara buruh dengan pengusaha. 

Selain itu, tuntutan kenaikan upah buruh yang berlangsung setiap tahunnya juga menjadi akar masalah dari banyaknya pabrik yang pindah dari satu daerah ke daerah lain, bahkan hingga ke negara lain. Pasalnya, jika tuntutan mereka meminta kenaikan upah di turuti pemerintah daerah, namun imbasnya pada pengusaha yang keberatan menaikan upah dengan alasan perusahaan akan bangkrut.

Ketidak pastian terkait upah buruh menyebabkan pengusaha khawatir karena berat jika harus menanggung UMK yang selalu berubah tiap tahunnya. Misalnya saja, akibat dari permintaan kenaikan upah, membuat 20 perusahaan pergi ke daerah lain yang lebih rendah UMKnya. 

Menyikapi permasalahan demo buruh terkait Isu PHK besar-besaran, permasalahan ini tentunya tidak dapat sertamerta ditangani oleh perusahaan yang bersangkutan, tetapi juga diperlukan peranserta pemerintah dalam mengintervensi berbagai upaya PHK yang dapat merugikan masyarakat Indonesia dalam skala besar. 

Ketika masalah PHK berbenturan dengan sebuah regulasi pemerintah, maka diperlukan kesamaan suara melalui kesamaan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, pemerintah dapat memberikan rekomendasi kepada perusahaan dengan tidak menjadikan PHK sebagai jalan keluar dibalik krisis yang dialamui, sebagai contoh dapat menerapkan upaya efisiensi anggaran perusahaan. 

Oleh karena itu, kita sebagai pihak yang bekerja, mari kita berfikir bijak. Jangan asal ikut-ikutan demo yang dapat memperparah iklim investasi di Indonesia. Semua permasalahan buruh bisa diselesaikan dengan cara yang baik tidak selalu dengan ancaman demonstrasi dan mogok kerja karena hal tersebut pastinya menjadi pembahasan khusus bagi pemerintah Indonesia yang memperjuangkan kesejahteraan rakyat. 

Demo itu memang hak semua orang untuk menyampaikan pendapat, termasuk pekerja atau buruh, tapi jangan anarkis, jangan sweeping, dan jangan larang pihak lainnya untuk bekerja. Karena kita sendiri yang menentukan iklim investasi di negara kita, dengan jaminan rasa aman dan nyaman yang ditawarkan kepada investor, kita perlihatkan pada mereka bahwa Indonesia adalah lahan yang menjanjikan untuk menanamkan modal yang mereka miliki. ***

*) Achmad Irfandi, pemerhati sosial dan ekonomi.
Bagikan ke:

Posting Terkait