Sinergisitas Lembaga Penegakan Hukum Berantas Korupsi

957 views

Masalah korupsi masih menjadi momok bagi bangsa Indonesia, sejak era orde baru sampai dengan era reformasi ini. Banyaknya keterlibatan aparat pemerintah baik eksekutif, legislatif dan yudikatif, di tingkat pusat maupun daerah yang membuat korupsi merajalela. Lembaga hukum pemerintah Kejaksaan dan Kepolisian yang menangani kasus korupsi pada saat itu juga dipandang tidak dapat berbuat banyak. Hingga akhirnya pada saat Presiden Megawati menjabat, lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 untuk memangkas atau setidaknya meminimalisir perilaku korupsi aparat.

Walaupun KPK telah terbentuk masih banyak aparat pemerintah melakukan korupsi membuat geram masyarakat Indonesia. Kasus korupsi yang sedang ramai menjadi pembicaraan publik yaitu kasus Gubernur Sumatera Utara non Aktif Gatot Pujo Nugroho yang mengakibatkan terseretnya pengacaranya OC Kaligis dan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella, dan terbaru anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti yang ditangkap KPK diduga terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016.?

Perilaku Korupsi ini sangat merugikan negara, dapat merusak struktur pemerintahan, menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan, baik di daerah dan dipusat. Akibat dari korupsi antara lain terjadinya pemborosan, gangguan terhadap penanaman modal, bantuan yang lenyap, ketidakstabilan organisasi, terjadinya ketimpangan sosial budaya, pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, melunturnya kepercayaan dan lain sebagainya.

Korupsi sangat sulit untuk dihilangkan bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas secara keseluruhan, namun demikian korupsi dapat diminimalisir. Pemerintah harus selalu waspada dalam menangulangi permasalahan korupsi ini. Perilaku korupsi biasanya disebabkan sikap atau gaya hidup masyarakat yang ingin memperoleh kekayaan secara instan/cepat, ingin masuk sebagai golongan elit yang berkuasa dan dihormati, ingin menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat dan lain sebagainya.

Untuk menangani perilaku korupsi dimasyarakat, tiga lembaga penegak hukum, KPK, Polri dan Kejaksaan, bersepakat membangun sinergitas dalam pemberantasan korupsi. Kesepakatan dihasilkan dalam sebuah pertemuan tertutup pada 4 Mei 2015 lalu. Usai menggelar pertemuan tertutup, Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan, mereka membahas kerja sama antarlembaga yakni KPK, Kejagung, dan Polri dalam menangani kasus tindak pidana korupsi.

Pakar Hukum Tata Negara Asep Warlan Yusuf mengatakan sinergi tiga lembaga penegak hukum dari sisi hukum tata negara, tidak salah. Di tataran lapangan, Kejaksaan Agung bisa berperan lebih aktif dalam menguatkan pelaksanaan koordinasi serta komunikasi diantara lembaga penegak hukum.

Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, mengatakan, pemerintah masih membutuhkan peran penting dan pengawasan yang baik dari KPK. Hal tersebut sebagai upaya mendukung percepatan pembangunan yang didorong oleh pemerintah. Presiden Jokowi sangat komitmen dengan agenda pemberantasan korupsi. Apalagi pemerintah sedang gencar menggenjot pembangunan infrastruktur, butuh KPK yang kuat. Oleh karena itu Presiden menghendaki KPK yang kuat, polisi yang kuat, jaksa yang kuat, jadi komitmen presiden dalam pemberantasan korupsi tidak usah diragukan dan dipertanyakan lagi.

Tanggal 17 Desember 2015, Komisi Hukum DPR RI yang diketuai oleh Azis Syamsuddin, menetapkan Agus Rahardjo sebagai Ketua KPK terpilih periode 2015-2019 setelah sebelumnya melakukan dua kali voting. Agus berhasil mendapatkan 53 suara. Sedangkan calon pimpinan KPK lainnya, Basaria Panjaitan mendapatkan 51 suara, Alexander Marwata 46 suara, Saut Situmorang 37 suara, dan Laode Muhammad Syarif 37 suara.

Anggota Komisioner Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, mengatakan pimpinan KPK jilid empat ini tidak akan segarang pendahulunya. Dengan dipilihnya lima pimpinan KPK yang baru telah menimbulkan banyak pertanyaan publik. DPR memilih orang yang tidak mungkin “memakan” meraka, makanya yang dipilih yang lembek-lembek. Pimpinan KPK tidak akan ‘bergigi’ membongkar kasus korupsi di DPR. Seperti yang pernah dilakukan pimpinan KPK sebelumnya. Khawatir KPK Jilid empat tidak seperti pendahulunya yang berani ungkap kasus korupsi di DPR. Lima pimpinan KPK hanya sebagai tahap transisi menuju KPK sebagai lembaga pencegah bukan pemberantas. Nyatanya yang dipilih yang tidak keras, dan terkesan ingin menjadikan KPK lembaga pencegah, sebab mereka setuju dengan revisi UU KPK.

Dugaan pengamat yang mengatakan KPK jilid IV ini melempem khususnya kepada anggota DPR RI tidak juga benar adanya. Karena kasus terbaru yang menimpa anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDIP (yang notabene sebagai partainya pemerintah) Damayanti Wisnu Putranti, diduga terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016, adalah pembuktiannya. KPK tetap tidak pandang “bulu”.

Oleh karenanya terpilihnya Anggota KPK Jilid IV yang baru jangan hanya menilai negatifnya saja, karena kinerja merekapun secara keseluruhan belum dapat dilihat. Biarkan KPK bekerja dahulu agar kita dapat melihat apakah kinerjanya sesuai dengan harapan masyarakat atau tidak. Lembaga KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.

Yang kita harapkan sekarang ini adalah KPK Jilid IV ini yang dipimpin oleh Agus Raharjo dapat bekerjasama dengan lembaga penegak hukum lainnya untuk menuntaskan permasalahan kasus korupsi baik dengan pencegahan maupun penindakan. Koordinasi KPK-Kejaksaan Agung-Polri apabila sudah berjalan, sangat bagus sekali karena sesuai dengan keinginan publik yang ingin ada perbaikan dalam proses penegakan hukum. Kepercayaan publik kepada penegak hukum akan terangkat lagi, bila melihat otoritas penegak hukum bisa bekerja sama dengan baik. Publik berharap koordinasi antarlembaga penegak hukum nantinya dapat bejalan harmonis dan bagus untuk menuntaskan permasalahan kasus-kasus korupsi.

*Ahmad Fauzan SH (pemerhati lembaga hukum)

Bagikan ke:

berantas korupsi cms

Posting Terkait