JAKARTA (LintasRiauNews) – Harga harga pangan dan produk industri di Indonesia tergolong sangat mahal meski pasar Indonesia lebih besar dengan populasi saat ini sebanyak 250 juta jiwa.
Penyebabnya, menurut Darmadi Durianto, Anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan, karena dipengaruhi oleh nama merk terkenal dan harga yang ditentukan oleh sekitar lima perusahaan atau kartel.
“Kita sebenarnya sudah punya Komisi Pengawas Persaingan Usaha, KPPU, yang semakin ketat mengawasi persaingan tidak sehat. Di sisi lain perusahaan besar juga melakukan pelemahan atas KPPU agar mereka bisa menguasai pasar dengan harga setingginya,” ujarnya di Jakarta, baru-baru ini.
Hingga sekarang ini, lanjut Darmadi, upaya pelemaham KPPU masih terus berlangsung dengan cara melemparkan tudingan gaji di KPPU lebih rendah dibandingkan dengan gaji di perusahaan swasta.
“Agar mereka bisa membajak pegawai KPPU agar mau bekerja di tempat mereka untuk melawan KPPU. Ini bisa dilihat kalau harga sudah naik, perusahaan tidak mau menurunkan harga lagi,” ungkapnya.
Darmadi memuji KPPU, dimana di tengah keterbatasan wewenang tapi berhasil membongkar tarif pesan singkat (SMS) sebesar Rp 350 per SMS yang ditetapkan oleh beberapa operator telepon seluler saja.
Kenaikan harga juga yang dialami di sektor pangan. Seperti harga cabai rawit sekarang mencapai harga Rp 140.000 per Kg. “Ini sudah di atas akal sehat kita. Harga cabai di atas harga daging Rp 110.000, “ujar Herman Khaeron dari Fraksi Partai Demokrat DPR Ri.
Selama ini yang disalahkan kartel, pengepul bahkan industri. “Tapi industri kan tidak mau membeli harga cabai di atas harga pasar,” jelasnya.
“Saya termasuk yang ikut curiga mengapa harga cabai di kita yang tertinggi di dunia, sementara petani tidak menikmati kenaikan harga harga tersebut,” sambungnya.
Herman Khaeron mensinyalir harga cabai yang naik tinggi secra tiba tiba, punya agenda agar supaya harga produk lainnya semakin mahal. “Setelah petani berbondong menanam cabai dan harga cabai jatuh pada masa panen nanti,” terangnya.
Semetara Eka Sastra dari Fraksi Partai Golkar juga mencium ada gelagat predator harga untuk mematikan usaha lain.[] Erwin