SIAK (LintasRiauNews) – Kondisi sekolah di wilayah Kabupaten Siak ini sungguh membuat miris. Sudah tujuh tahun berdiri, namun hingga kini tak kunjung memiliki sarana memadai. Meski mempunyai toilet dan kamar mandi serta sanitasi cukup bersih, toh tak setetes pun air ada di sini.
Sekolah ini memang tak memiliki atau nihil ketersediaan air bersih, dan itu sudah lama berlangsung. Alhasil, penghuni sekolah ini, baik guru maupun murid, terpaksa setiap hari harus membawa air dari rumah-masing-masing agar tak tersiksa bila hendak buang air.
Sekolah yang memprihatinkan ini dikenal dengan nama SMP-SD Satap alias sekolah satu atap. Terletak di areal perbukitan Lintas Siak Kampung Tengah Maredan, Kecamatan Tualang. Di sekolah ini, ada dua institusi pendidikan berdiri, masing-masing adalah SDN 018 dan SMPN 3.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Siak Suprapto, di Siak, Selasa, mengatakan sekolah “merana” itu digunakan bersama atau berada satu atap (Satap) antara SMPN 3 dan SDN 018.
Ia mengakui kondisi sekolah tersebut belum memiliki sumber air bersih untuk kebutuhan kamar mandi, meskipun sudah dibangun fasilitas toilet oleh pemerintah daerah.
“Siswa dan guru membawa air itu ketika sedang musim kemarau, jika musim hujan ada bak tadah hujan yang terisi. Dikarenakan saat ini murid di Satap mulai berkembang maka tidak lagi mencukupi kebutuhan,” ungkap Suprapto baru-baru ini, seperti dilansir antarariau.com.
Pemerintah daerah membangunnya dengan tujuan untuk menyukseskan wajib belajar sembilan tahun hingga ke daerah terpencil maupun perbatasan.
Namun, kondisi air di sekolah Satap semakin memprihatinkan ketika murid-murid sudah enggan membawa air dengan dirijen dari rumahnya masing-masing.
Suprapto menjelaskan, sekolah Satap pada awalnya dibangun sebagai sekolah kecil yang langsung ada SD dan SMP, dikarenakan kondisi pemukiman di Kampung Tengah Maredan menyebar atau terpisah-pisah dan warga yang masih dalam jumlah sedikit.
“Sekitar tujuh tahun lalu itu warga di Maredan masih sangat sedikit, dan pemukiman yang menyebar,sehingga dibangun sekolah Satap untuk memenuhi pendidikan wajib belajar sembilan tahun,” tuturnya.
Menurut Suprapto, sebelumnya warga sudah mencoba menggali sumur bor sedalam 90 meter yang bersumber dari dana desa. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil, dan terpaksa dihentikan karena tidak ada dana untuk mengebor lebih dalam. [] red007