J
AKARTA (LintasRiauNews) – Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK yang marak dilakukan setelah reformasi kenyataannya belum mampu meningkatkan investasi, pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja baru serta menurunkan jumlah masyarakat miskin.
“Baru cuma bisa melahirkan entitas bisnis,” kata Prof Senator Nur Bahagia, pakar logistik dari Center for Logistic and Suplay Chain Studies dari ITB Bandung. saat tampil jadi narasumber dalam Seminar Nasional bertajuk ‘Prospek Kawasan Ekonomi Khusus dalam Pembangunan Ekonomi’ di Jakarta, Selasa (14/2/2017) lalu.
Seminar yang digelar Kaukus Muda Indonesia (KMI) bekerjasama dengan Bank Mandiri di Jakarta itu menghadirkan sejumlah narasumber, selain pakar logistik ITB, juga ada dari Kementrian Perindustrian dan Kementrian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruan (PUPR).
Prof Senator malah mengkawatirkan arah pembangunan KEK tak lebih bertujuan untuk melahirkan entitas bisnis yang tidak jelas manfaatnya buat pertumbuhan ekonomi wilayah.
“Makanya, harus ada orientasi ulang (reorientasi) dengan mengembalikan KEK sebagai instrumen pemerataan ekonomi dan pendapatan serta meningkatkan daya saing produk nasional”, ujarnya.
Menurut Prof Senator, faktor lain yang harus diperkuat, sisi perencanaan atau persiapan yang menyeluruh, serta komitmen bagi seluruh yang berkepentingan dalam mendukung pelaksanaan kegiatan KEK.
Dirjen Pengembangan Perwilyahan Industri Kementerian Perindustrian Imam Haryono dalam kesempatan yang sama menjelaskan upaya pemerintah dalam menciptakan pusat pertumbuhan baru di seluruh wilayah Indonesia.
“Kurang lebih 14 KEK akan dibentuk, terutama di luar Jawa, guna mengoptimalkan potensi ekonomi yang ada di wilayah tersebut,” ungkapnya.
Untuk itu, sebut Imam, pemerintah membangun sarana dan prasarana infrastruktur dan sejumlah insentif bagi investor agar bisa menarik investor lainnya dalam bentuk pembebasan bea masuk atas impor mesin dan/atau barang dan bahan untuk keperluan industri.
“Selain itu, ada fasilitas PPh penanaman modal, pengurangan PPh Badan dan pembebasan PPN atas impor,” terang Imam.
Ini semua, lanjut dia, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 105 Tahun 2016 tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan Bagi Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri.
Dalam peraturan tersebut, Imam mengatakan insentif diberikan berbeda -beda berdasarkan Empat Pengembangan Wilayah Industri, yakni maju, berkembang, potensial I dan potensial II.
“Bisa dikatakan, semakin ke wilayah Timur, insentif yang diberikan akan semakin besar dan jangka panjang. Dan evaluasi aturan akan dilakukan setiap tahun sehingga dapat dinilai efektifitasnya,” papar Imam.
Pacu Infrastruktur
Sementara Kepala BPIW Kementerian PUPR, Rido Matari Ichwan mengatakan pihaknya siap mendukung penguatan rencana pemerintah pusat melalui program-program yang dilaksanakan oleh Kementerian PUPR.
“Seperti dengan program infrastruktur PUPR tahun 2018 dipacu untuk guna menstimulus pertumbuhan ekonomi 2017 dan mendorong pertumbuhan ekonomi 2018,” ungkapnya.
Utamanya, lanjut dia, untuk memperbaiki kualitas belanja, peningkatan iklim usaha dan iklim investasi yang lebih kondusif, peningkatan daya saing dan nilai tambah industri.
“Agar nantinya bisa memancing peningkatan peran swasta dalam pembiayaan dan pembangunan infrastruktur,” jelas Rido.
Makanya, Rido menyebut, prioritas belanja pemerintah difokuskan untuk mencapai sasaran prioritas nasional dengan pendekatan money follow program yang bersifat holistik, tematik, integratif dan spesial.[] Erwin